DI PELOSOK, GURU TERPOJOK, “BERDARAH-DARAH” KEJAR 24 JAM MENGAJAR

- 13.30

DI PELOSOK, GURU TERPOJOK, “BERDARAH-DARAH” KEJAR 24 JAM MENGAJAR

 
PILAHBERITA.COM Kementerian Pendidikan serta Kebudayaan (Kemendikbud) RI menetapkan target 24 jam mengajar menjdai syarat pengajuan tunjangan sertifikasi guru. Regulasi ini membuat para Oemar Bakrie yng bertugas di tempat pelosok terpojok. Semisal yng terlaksana di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Perjuangan pun di lakukan demi merubah regulasi. Bagaimana hasil nya? MUHAMMAD RIFQI HIDAYATULLAH, Tenggarong ANGGANA, satu dari sekian banyaknya kecamatan di Kukar yng mempunyai pulau-pulau kecil. Kawasannya jauh dari ibu kota kabupaten, Tenggarong. Namun jangan salah. Telah awam diketahui, kecamatan ini kaya minyak serta gas bumi (migas), yaitu yang dengannya adanya Blok Mahakam. Keberadaan blok yng membuat Anggana pernah disebut-sebut menjdai satu dari sekian banyaknya kecamatan terkaya di Indonesia. Sayang, kondisi yang telah di sebutkan tidak mencerminkan yang dengannya kesejahteraan serta kenyamanan para pendidik.
Di Pelosok, Guru Terpojok, “Berdarah-darah” Kejar 24 Jam Mengajar
Guru Pelosok

Tidak sedikit konsekuensi yng Perlu dirasakan para guru yng bertugas di pelosok semisal Anggana. Misalnya, walau mendapatkan nilai yng tinggi dalam Uji Kompetensi Guru (UKG), orang-orang mesti mengajar 24 jam dalam sepekan. Ini merupakan syarat mutlak mengajukan tunjangan sertifikasi. Ada kebijakan lain pula, yaitu memenuhi jam mengajar di sekolah lain yng terdekat. Kesempatan mencapai maupun meraih sertifikasi pun seakan tertutup. Kebijakan ini dia yng dianggap tidak memihak pada guru yng bertugas di pelosok. Bagaimana orang-orang ingin menambah jam mengajar di sekolah lain, sedangkan sekolah terdekat jaraknya puluhan kilometer. Ditambah infrastruktur serta transportasi yng tidak mendukung. Misalnya di Desa Sepatin, Anggana, yng masuk tempat kepulauan. Menuju pusat kecamatan memerlukan ongkos sampai-sampai ratusan ribu rupiah. Alat transportasinya merupakan speedboat. Waktu tempuhnya pun mampu berjam-jam. Nasib serupa dirasakan guru-guru pelosok di kecamatan lain di kabupaten ini. Semisal Kembang Janggut, Tabang, Kenohan, Muara Wis, serta sebagainya. Luasnya geografis Kukar membuat jumlah sekolah pula belum tersebar merata. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kukar Wiyono melalui Kabid Pendidikan Menengah (Dikmen), Dinas Pendidikan (Disdik) Kukar Tulus Sutopo pun tidak membantah kondisi ini. Menurutnya, di kepulauan di Anggana, rata-rata cuma terdapat satu sekolah bagi atau bisa juga dikatakan untuk masing-masing jenjang. Bersedianya guru bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengajar di daerah terpencil semisal ini membuat peluang memperoleh tunjangan sertifikasi menjadi tertutup. “Jadi, guru-guru yang mengajar di lokasi yang terpencil dan di pelosok ini jadi hilang kesempatan mendapat tunjangan sertifikasi. Mau menambah jam di sekolah lain juga tidak mungkin karena terkendala waktu dan biaya. Padahal banyak guru yang berprestasi dan berbakat dari pelosok seperti ini,” ujar Tulus. Didasari Permendiknas 41/2007 perihal Standar serta Proses Mengajar, guru tidak cuma dituntut mengejar jumlah rombongan belajar (rombel), akan tetapi pula mempraktikkan proses serta tips pengajaran yng inovatif, kreatif menjadikan gampang dipahami siswa. Akan tetapi, indikator ini sepertinya susah masuk. Lantaran guru cuma dituntut mengejar target jumlah jam mengajar tanpa memerhatikan kualitas mengajar. Peran sekolah bagi atau bisa juga dikatakan untuk memberikan reward terhadap guru pun tak lebih besar dari pengawasan melalui software data pokok pendidikan (Dapodik) terkait target mengajar. “Meski guru di sekolah ini (kawasan pelosok) kreatif dan berprestasi besar, tapi tidak bisa mendapat 24 jam mengajar karena rombongan belajarnya yang kurang. Sekolah di desa terdekat pun jaraknya jauh dan dipastikan sudah ada guru lain yang mengajar. Bagi saya, aturan ini seperti diskriminasi dari pusat yang hanya melihat pendidikan di kota-kota besar,” kata Tulus. Pada 2013 lalu, ujarnya, ada seorang guru asal Kecamatan Tenggarong yng mengejar jumlah jam mengajar sampai-sampai Perlu memberikan ilmu di Kecamatan Muara Kaman. Ia menyiasati yang dengannya membagi jadwal mengajar, yakni tiga hari di Tenggarong serta tiga hari di Muara Kaman. Perjuangan guru semacam ini, kata dia, patut diapresiasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengejar tunjangan sertifikasi. Selain itu menggambarkan betapa ketatnya proses validasi data bagi atau bisa juga dikatakan untuk 24 jam mengajar yang telah di sebutkan. “Awalnya tim dari Inspektorat sempat curiga. Karena aneh jika mengajar di dua kecamatan yang berbeda, dengan jarak yang jauh. Ternyata memang begitulah keadaannya,” tuturnya. Ia pun mengingatkan, guru masuk kategori tenaga fungsional. Menjadikan, tak dibenarkan andai ada sekolah yng mempergunakan absen jari demi bagi atau bisa juga dikatakan untuk memastikan guru yang telah di sebutkan dari pagi sampai-sampai siang di sekolah. Padahal, keberadaan guru yng utama pendapat dari ketentuan, yakni berada di kelas dalam proses belajar mengajar. “Karena masuk dalam tenaga fungsional, maka fungsinya yang diambil. Tidak seperti PNS di kelurahan atau kecamatan. Kasihan kalau saat tidak ada jam mengajar juga malah disuruh berada di sekolah. Padahal, guru tersebut juga berkesempatan mengajar di tempat lain. Terutama yang ingin memenuhi jumlah jam mengajar,” kata Tulus. Didasari data yng dihimpun Kaltim Post dari Disdik Kukar, kabupaten yang dengannya APBD terbesar di Indonesia ini mempunyai 1.081 sekolah dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai-sampai SMA. Yang dengannya rincian sekolah negeri 579 unit serta sekolah swasta 502 unit. Sedangkan jumlah guru seluruhnya 13.800 orang. (lihat grafis) Merujuk data, jumlah guru SD tersertifikasi ada 3.628 guru, SMP 1.117 guru, SMA 461 guru, serta SMK 172 guru. Jumlah yang telah di sebutkan jauh tertinggal yang dengannya jumlah guru di Kukar. Malah ribuan guru di antaranya berstatus mengajar yang dengannya pelajaran yng tak linear, menjadikan susah bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengejar persyaratan tunjangan sertifikasi. Selain itu, guru yang dengannya kualifikasi berprestasi pula tidak tidak banyak yng tidak mampu mengajukan tunjangan sertifikasi lantaran peraturan 24 jam mengajar. Disdik Kukar telah melayangkan surat terkait kondisi yang telah di sebutkan ke Kemendikbud bagi atau bisa juga dikatakan untuk melakukan kajian ulang. Ini agar Kemendikbud mengeluarkan peraturan yng membahas regulasi khusus bagi atau bisa juga dikatakan untuk system sertifikasi guru di daerah pelosok. Dilema lain yng dikeluhkan, pula terkait peraturan enam jam mengajar bagi kepala sekolah yng ingin mengajukan tunjangan serupa. Walau lebih tidak banyak dibanding beban mengajar guru, akan tetapi besarnya tanggung jawab kepala sekolah dianggap menyulitkan. Selain Perlu mengurus pengelolaan keuangan sekolah, kepala sekolah pula mempunyai beban lain, yaitu mengajar. “Jadi, jangan sampai karena harus memenuhi beban mengajar, urusan pokok sebagai kepala sekolah menjadi terabaikan,” tambah Tulus lagi. Getolnya perjuangan Disdik Kukar ditambah lagi meningkatnyakeluhan para guru di pelosok, rupanya hingga pula ke Kemendikbud. Agaknya, Kemendikbud mulai khawatir andai jumlah guru yng mengajar di pelosok nantinya ramai-ramai ingin pindah ke kota. Kementerian akhirnya menjadikan Kukar menjdai satu dari sekian banyaknya daerah yng dikaji secara khusus. Hal ini bagi atau bisa juga dikatakan untuk mencari solusi, agar target 24 jam mengajar bukan menjadi satu-satunya indikator persyaratan memperoleh tunjangan sertifikasi. Menjadikan, pengabdian guru yng mengajar di pelosok pula dihargai. Akhirnya, 27 Juni lalu Kepala Pusat Penelitian Kebijakan, Kemendikbud, Hendarman pun bertandang ke Kukar. Proses pengkajian yng diusulkan Disdik Kukar dimulai yang dengannya menyebar informasi lapangan serta mendengarkan paparan pihak Disdik Kukar, terkait duduk perkara yng jadi momok ini. Selain Kukar, ada sejumlah daerah lain yng mempunyai kondisi geografis yng unik. “Kukar ini akan jadi sampel untuk dikaji. Karena memang wilayahnya luas sekali,” ujar Hendarman kepada Kaltim Post dalam sebuah peluang. Terkait akan dikeluarkannya peraturan baru, yng menyebutkan regulasi seputar daerah khusus di Kukar, hal yang telah di sebutkan menurutnya tak menutup mungkin terlaksana. (SEMPAT) DISELAMATKAN TPP Di Kukar, guru yng berstatus pegawai negeri sipil lebih beruntung dibanding daerah lain. Melalui regulasi Aturan Bupati (Perbub), pemkab memberikan pembeda jumlah tunjangan profesi pendidik (TPP) yng bertugas di pelosok. Makin jauh lokasi bertugas, maka makin besar tunjangan yng diperoleh. Bagi pegawai yng bertugas di Kecamatan Tabang, jumlah TPP yng diterima mampu mencapai Rp 4 juta. Jumlah yang telah di sebutkan tentu menyesuaikan harga kebutuhan pokok yng berbeda jauh yang dengannya harga di kota. Di sayangkan, dalam situasi APBD Kukar yng merosot, kebijakan pemkab yang telah di sebutkan tidak mampu berlangsung lama. Dilihat dari asumsi APBD murni Tahun ini, diperkirakan dana APBD Kukar cuma sekitar Rp 3,2 triliun. Andai ditambah pinjaman dari PT SMI sebesar Rp 950 miliar, maka jumlahnya bertambah menjadi Rp 4,1 triliun. Sedangkan jumlah kebutuhan belanja pegawai diperkirakan mencapai Rp 2,5 triliun. Maka Bupati Kukar Rita Widyasari pun mengambil jalan tengah yang dengannya memangkas TPP sebesar Rp 30 % pada Tahun ini. “Iya, Tahun ini akan dipotong 30 persen. Karena kondisi APBD Kukar seperti ini. Kita juga perlu meneruskan program pembangunan,” ungkap Rita. Sebetulnya, kata Rita, besaran TPP memanglah menyesuaikan kemampuan daerah dalam struktur APBD-nya. Sedangkan era ini keuangan Kukar pula masih dalam kondisi defisit. “Kami juga sedang mencari sumber-sumber dana lainnya. Seperti dana kurang salur serta Dana Alokasi Umum (DAU). Karena di daerah lain gaji pegawai itu menggunakan DAU. Sedangkan di Kukar menggunakan dana perimbangan. Itu yang sedang saya perjuangkan dengan bersurat terus,” ujarnya. KELONGGARAN Tidak cuma Kukar kesulitan menerapkan mengajar 24 jam. Tidak sedikit guru di sejumlah daerah di negeri ini merasakan hal serupa. Akan tetapi, baru Kukar yng memperjuangkan aspirasi guru pelosok di pusat. Andai sebelumnya ratusan guru di pelosok terhambat pengajuan sertifikasinya, lantaran target mengajar 24 jam tidak terpenuhi, Dirjen Guru serta Tenaga Kependidikan, Kemendikbud, akhirnya memberikan kelonggaran. Persyaratan mengajar 24 jam pun dikesampingkan bagi guru yng bersedia ditempatkan di pelosok Kukar. Hal yang telah di sebutkan menyusul keluarnya surat Dirjen Guru serta Tenaga Pendidik Kemendikbud Nomor 3672 / B.B1 -I / GT /2016 perihal Rasio Minimal Jumlah peserta Didik terhadap Guru. “Sudah ada jawabannya dari pusat. Tahun ini semoga bisa terealisasi. Tapi perjuangannya juga masih panjang. Kita juga akan melakukan konfirmasi kembali ke bagian yang mengurusi data pokok pendidikan (Dapodik) di Mendikbud,” ujar Tulus Sutopo. Dijelaskan Tulus, regulasi wajib mengajar 24 jam yang telah di sebutkan, tercantum pada Permendikbud 62/2013 perihal Sertifikasi Guru. Para guru yng bertugas di Kukar susah memenuhi persyaratan yang telah di sebutkan lantaran kondisi geografis dan rasio guru yng masih tidak lebih. Secara geografis, Kukar mempunyai luas sampai-sampai 27.000 kilometer persegi. Jarak antarsekolah mencapai sampai-sampai 10 kilometer. Faktor lain-lainnya, yaitu jarak menuju ibu kota kabupaten mampu mencapai 120 kilometer. Berlebi lagi akses jalan serta minim dan jumlah rombongan belajar yng jumlah per sekolah cuma tiga sampai-sampai empat kelas. Begitu pula yang dengannya jumlah siswa yng satu sekolah cuma 100 orang. “Sebelumnya, Disdik melayangkan surat untuk memberi tahu kondisi ini kepada pusat. Karena kasihan jika guru di pelosok justru tidak diakomodasi tunjangan sertifikasinya, karena hanya 24 jam mengajar tersebut. Akhirnya, Kemendikbud setelah datang langsung ke Kukar dan mengecek, kini sudah memberi jawaban secara resmi,” terang Tulus. Sementara itu, peraturan rasio guru dalam PP Nomor 74/2008 pasal 17 ayat (1) perihal Pembayaran Tunjangan Profesi, pula susah diimplementasikan di Kukar. Lantaran, guru yng hendak memenuhi jam mengajar 24 jam, tak mampu mengajar secara paralel lantaran akses dan jarak sekolah yng terlampau jauh. “Jadi dalam aturan tersebut, bagi seluruh guru memang tidak mampu mengajar 24 jam karena situasi tersebut, maka tetap akan dibayarkan tunjangan sertifikasinya. Perjuangan Disdik Kukar ini juga berimbas pada daerah lain. Daerah lain akhirnya juga diberikan kelonggaran serupa,” ungkapnya lagi. Sementara itu, terdapat lebih dari 200 guru yng bertugas di pelosok Kukar, sampai-sampai kini tidak mampu merasakan tunjangan sertifikasi guru. “Dengan dikeluarkannya edaran tersebut, maka para guru yang bertugas di pelosok tersebut akan diberi kelonggaran dengan dibayarkan tunjangan profesinya,” ujar Tulus. Dijelaskan Tulus, pemerintah pusat pula pernah sempet meminta pemerataan guru di daerah. Walau bertujuan baik, akan tetapi hal ini kata dia seolah menjadi kebijakan yng dikeluarkan tanpa mengetahui kondisi di daerah. Pasalnya, sejumlah guru di Kukar, tidak tidak banyak yng Perlu kehilangan tunjangan sertifikasinya sesudah dimutasi beberapa tahun lalu. ‘”Waktu itu saya pula belum di Disdik. Masih pejabat lama era itu. Mestinya jangan diterima mentah-mentah regulasi yang telah di sebutkan. Makanya era ini Disdik Kukar berjuang di pusat serta alhamdulillah ada hasil nya. Meskipun luar biasa proses panjang yng dilalui,” ujar Tulus. Sumber : http://fajar.co.id/ Demikian informasi serta berita yng bisa redaksi PILAHBERITA.COM bagikan, mudah-mudahan memberikan manfaat bagi atau bisa juga dikatakan untuk bapak serta ibu. GURU
Sumber Rujukan Dan Gambar : http://www.pilahberita.com/2016/12/di-pelosok-guru-terpojok-berdarah-darah.html

Seputar DI PELOSOK, GURU TERPOJOK, “BERDARAH-DARAH” KEJAR 24 JAM MENGAJAR

Advertisement
 

Cari Artikel Selain DI PELOSOK, GURU TERPOJOK, “BERDARAH-DARAH” KEJAR 24 JAM MENGAJAR